SEJARAH NEGERI ALLANG ASAUDE
LATAR BELAKANG MASALAH
Pada masa kekuasaan Patty Agustinyo, tercatat jumlah penduduk di Negeri Allang (P. Ambon) sebanyak 1.112 jiwa. Jumlah tersebut menjadikan Negeri Allang sebagai negeri dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Ambon setelah Desa Liang yang jumlah penduduknya 1.119 jiwa. Jumlah penduduk yang banyak untuk ukuran negeri pada masa itu membuat sebagian masyarakat Negeri Allang harus bermigrasi ke tempat lain guna menghidupi anak-anak mereka di masa mendatang. Sementara sebagian besarnya masih tetap tinggal dan menetap di Negeri Allang. Kondisi penduduk yang padat ini terus bertambah jumlahnnya dan menimbulkan masalah-masalah sosial dan ekonomi. Masalah sosial-ekonomi ini meliputi permasalahan tanah pemukiman dan lahan pertanian yang terus berlangsung hingga tahun 1935.
SERUAN TRANSMIGRASI
Di sekitaran tahun itu, sekelompok orang yang terdiri dari ‘tua-tua’ negeri mengusulkan niat untuk membentuk kolonisasi transmigrasi keluar dari Pulau Ambon. Kelompok ini dipimpin langsung oleh Bpk. Esau Manuhua, seorang tokoh masyarakat yang punya keprihatinan dan kepedulian tinggi terhadap masyarakat Negeri Allang di kala itu. Mereka yang (menurut salah satu sumber mengatakan) berjumlah 13 orang kemudian menyampaikan usulan tersebut kepada Pemerintah Negeri Allang untuk ditindaklanjuti. Meskipun Pemerintah Negeri Allang sebenarnya tidak menghendaki keinginan mereka, namun gagasan tersebut akhinya diteruskan juga oleh Pemerintah Negeri Allang kepada Residen (kepala wilayah) Ambon. Mendengar gagasan yang disampaikan, ternyata Residen menanggapinya dengan sangat baik sehingga permintaan tersebut akhirnya disetujui.
Residen kemudian mengutus 10 orang yang ditetapkan sebagai perintis transmigrasi untuk terlebih dahulu melakukan survey terhadap sejumlah lokasi yang ada di Jazirah Huamual Belakang, Pulau Seram (SBB) antara tahun 1935 – 1940-an. Adapun daerah-daerah yang sempat ditinjau dan menjadi pilihan transmigrasi sementara adalah daerah Masika Jaya dan daerah Hato Allang. Para perintis ini kemudian memasang patok-patok sebagai batas tanah dari Ulatu sampai di Ulaeng (wilayah petuanan Waesala). Namun berdasarkan hasil penelitian kesehatan, daerah Masika Jaya dan Hato Allang banyak ditemukan rawa-rawa luas yang menjadi sarang nyamuk penyakit malaria. Para perintis pun kembali ke Negeri Allang dan melaporkan hasil tinjauan mereka. Mendengar laporan hasil tinjauan tersebut, Pemerintah Negeri Allang akhirnya membatalkan rencana transmigrasi karena mereka mengkhawatirkan kondisi kesehatan masyarakat nantinya jika mereka pindah ke sana.
UPAYA TRANSMIGRASI
Pada tahun 1942 – 1945, terjadilah Perang Dunia II. Indonesia juga baru meraih kemerdekaan di tahun 1945. Pada masa itu juga, Bpk. Esau Manuhua – sang penggagas transmigrasi – telah meninggal dunia. Sementara di tahun yang sama (1945), jumlah penduduk di Negeri Allang telah meningkat tiga kali lipat jumlahnya hingga mencapai 3.500 jiwa. Jumlah tersebut terus bertambah sampai tahun 1946 sehingga makin menimbulkan banyak permasalahan sosial. Melihat permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang ada, muncullah generasi-generasi penerus Alm. Bpk. Esau Manuhua dan rekan-rekan yang juga menyuarakan niat yang sama untuk bertransmigrasi. Generasi pencetus transmigrasi ini diketuai oleh Bpk. Y. Sipahelut, dengan dibantu oleh:
Bpk. Pieter Sohilait,
Bpk. Otis Sabandar,
Bpk. Lambert Patty,
Bpk. Dodunias Patty (Tuagama),
Bpk. Yonas Pelasula (Kepala Soa), dan
Bpk. Johanis Huwae (Penasehat).
Mereka-mereka inilah yang memperjuangkan cita-cita transmigrasi dengan berpedoman pada Amanat Agung Yesus Kristus yang berbunyi: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus....” (Matius 28 : 19).
Pada tahun 1946, para pencetus atau pelopor transmigrasi ini kemudian mulai berupaya mewujudkan cita-cita tersebut dengan bekerja dan berurusan dengan instansi-instansi terkait tanpa sepengetahuan Pemerintah Negeri Allang. Di samping itu, mereka juga mengadakan pertemuan-pertemuan khusus dengan masyarakat serta mengadakan pemungutan suara terkait dengan minat masyarakat untuk mengikuti transmigrasi ke Pulau Seram. Ketika peminat transmigrasi telah mencapai 100 anggota, para pelopor ini kemudian melaporkan keinginan dan rencana transmigrasi kepada Tuan Pieter – Residen wilayah – di Kantor Residen. Tuan Pieter yang berkebangsaan Belanda ini ternyata menyetujui rencana transmigrasi tersebut, bahkan beliau mengusulkan agar biaya transmigarasi ditanggung saja oleh pemerintah.
Pihak pemerintah yang dimaksudnya adalah Pegawai Sosial pimpinan Tn. Godman, dengan dibantu Pegawai Pertanian pimpinan Tn. Deweles. Kedua orang ini juga berkebangsaan Belanda sama seperti Tn. Pieter. Pihak pemerintah dalam hal ini karesidenan siap menanggung biaya sebesar 61 Golden (mata uang Belanda yang lama). Mereka juga membeli sebidang tanah Erefak milik sebuah perusahan asing, membekali transmigran dengan peralatan pertanian, serta memberikan sapi benggala dan lain-lain. Untuk bahan makanan, sementara waktu tersedia sagu kering (sagu lempeng) dan dendeng (daging kering). Demikian hasil pertemuan para pelopor transmigrasi dengan karesidenan kala itu.
PENINJAUAN LOKASI
Setelah semua urusan transmigrasi selesai di Kota Ambon, para pelopor ini kembali ke Negeri Allang untuk mengadakan pertemuan bersama terkait dengan peninjauan ulang lokasi yang sesuai untuk ditempati.
Kembali dilakukan peninjauan lokasi transmigrasi di Pulau Seram untuk kedua kalinya. Kali ini 10 orang pelopor pergi bersama Pegawai Sosial dan Pegawai Pertanian (Tn. Godman dan Tn. Deweles) yang ditunjuk oleh Residen. Mereka berangkat menuju ke daerah Piru (SBB) kemudian berjalan kaki menuju ke daerah Huamual Belakang melalui Kotania. Dari Kotania, mereka terus menyusuri daerah Masika Jaya hingga tiba di Asaude. Dari daerah Asaude, mereka menuju ke Hato Allang dan berhenti di sana. Berdasarkan ketiga daerah yang ditinjau – Masika Jaya; Asaude; Hato Allang – dipilihlah daerah Asaude sebagai tempat transmigrasi bagi masyarakat Allang.
Ketika para perintis telah kembali membawa hasil peninjauan lokasi ke Negeri Allang, diadakanlah pertemuan bersama para calon transmigran, sekaligus memilih sekitar 25 orang laki-laki untuk pergi membangun tempat tinggal sementara serta mengukur batas-batas kedudukan negeri.
KEBERANGKATAN PERTAMA
Pada hari Senin, 11 November 1946, pukul 06.00 WIT, berlabuhlah Kapal Motor (KM) ELBULER di pelabuhan Negeri Allang untuk mengangkut 25 anggota transmigran yang telah ditunjuk menuju ke lokasi transmigraasi. Rombongan pertama ini berangkat di bawah pimpinan Tn. Lilipali – Pegawai Pertanian – dan seorang Kadaster yang bernama Bpk. Saimun. Turut serta Bpk. Sadrak Sasabone – Petugas Kesehatan –, Bpk. Welhelmus Huwae, Bpk. Eliasar Sapakolly, dan Bpk. Yulius Sabandar dalam pelayaran tersebut.
KM. ELBULER yang mengangkut transmigran rombongan pertama ini akhirnya tiba di pantai Asaude pada keesokan harinya, Selasa, 12 november 1946. Di sana, mereka di bawah pimpinan Tn. Lilipali membangun sebuah befsak (barak) berukuran 30x60 m sebagai tempat penampungan sementara bagi kepala-kepala keluarga yang datang dalam rombongan pertama. Selanjutnya, mereka mengkaplingkan tanah per keluarga dengan luas 40x60 m, kemudian membangun rumah-rumah di atasnya dengan ukuran 4x6 m. Rumah-rumah ini nantinya akan difungsikan untuk menampung anggota keluarga lainnya yang akan datang dalam rombongan kedua.
PERPISAHAN
Sementara itu, di Negeri Allang sedang diadakan pertemuan di Baileo (rumah adat) pada tanggal 1 Desember 1946. Pertemuan ini merupakan pendataan terakhir bagi masyarakat yang ingin mengikuti transmigrasi ke Asaude dan yang ingin tetap tinggal di Negeri Allang. Pada kesempatan yang sama, para tetua negeri turut menyampaikan petuah dan nasehat-nasehat bagi mereka yang ingin berangkat.
Seorang Kepala Soa Kaya – sejenis pemimpin masyarakat adat – yang bernama Bpk. Zadrak saat itu tengah berdiri kemudian memegang Tiang Pamali lalu menyampaikan pesan dalam bahasa negeri sebagai berikut: “Upu manua basudara imi kenda kiranya Upu Umi klaka Upu Lanita na kelenu la imi nahu, imi tau asal naka imilawa hilu manue, manue....".
Bersambung....
Posting Komentar untuk "SEJARAH NEGERI ALLANG ASAUDE"
Tulis komentar anda di sini....